“Mengingat Kembali Jati Diri Bangsa Indonesia Dalam Menghadapi Hoaks Dan Disinformasi”
Sarasehan Mafindo Yogyakarta di Angkringan Jogja Automotive Community (JAC) bersama pemerintah, organisasi kemasyarakatan, tokoh publik dan masyarakat se-DIY.
“Literasi Digital sebagai Softskill Mendasar di Masa Kini”
Pagi tadi Masih bersama orang-orang Keren Mafindo Jombang di Suara Jombang 104.1FM lanjut Polres Jombang
MAFINDO di “SiBerkreasi Netizen Fair 2018”
Partisipasi MAFINDO dalam SiBerkreasi Netizen Fair 2018 di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta.
“Milennials Peace Festival @ Unair Surabaya”
Mafindo Jawa Timur dan Milennials Peace Festival – Unair Surabaya
MAFINDO terlibat dalam kegiatan Milennials Peace Festival yang digagas oleh Global Peace Foundation, telah melakukan serangkaian acara diberbagai kota antara lain: Jakarta, Bandung, Palangkaraya, Pekanbaru, dan menyusul diadakan di Surabaya dan Makassar.
Akhir pekan ini merupakan jadwal bagi Mafindo Jawa Timur untuk ikut berkontribusi sharing materi: Bijak & Kritis Dalam Media Sosial. Event tersebut dilaksanakan di 3 SMA di Surabaya (Jumat, 23 November 2018) dan Universitas Airlangga (Sabtu, 24 November 2018)
Hari ini, bertempat di Kampus C UNAIR, saya mewakili Presidium Mafindo dan Mas Adven selaku Koordinator Mafindo Surabaya, secara kolaborasi menyampaikan Materi seputar Hoax dan bagaimana mengenali Berita Hoax lengkap dengan tips berpikir kritis dan bijak dalam sosial Media.
Kami bertemu dengan para Millenials yang resah dengan penyebaran berita hoax utamanya di WAG keluarga, adapula peserta yang resah dengan para Elite Politik yang dengan ‘enteng’ menyebarkan sebuah hasutan dan berita bohong, dan ketika ketahuan hanya minta maaf dan besoknya diulangi lagi melakukan ujaran-ujaran bohong dan kebencian seolah itu adalah hal biasa.
Kepada mereka kami menyampaikan bahwa Mafindo berusaha melakukan dialog yang meminta agar para Elite Politik dari berbagai parpol untuk ikut menjaga Indonesia yang sedang darurat Hoax.
Mafindo juga menjaga peserta untuk melakukan imunisasi diri dari hoax, melalui selalu berpikir kritis dan skeptis pada berita dan informasi yang diterima, tidak buru-buru percaya tanpa melakukan verifikasi kebenaran berita. Kami menutup acara dengan meminta para Millenials untuk ikut berperan aktif dalam siskamling digital untuk menjaga sosial media yang positif.
“Bijak dan Kritis dalam Bersosial Media” MILLENIALS PEACE FESTIVAL
MILLENIALS PEACE FESTIVAL at SMAN 7 Surabaya
Pada hari Jum’at, 23 November 2018, Mafindo berkesempatan berbagi tentang “Bijak dan Kritis dalam Bersosial Media” di SMAN 7 Surabaya dalam serangkaian acara Millenials Peace Festival.
Pada acara tersebut, Relawan Mafindo Surabaya yaitu Mizati Dewi Wasdiana menyampaikan kepada Peserta tentang pengunaan sosial media, dampak positif dan negatif sosial media, konten dalam sosial media yang di antaranya adalah hoax serta bagaimana cara mengenali hoax.
Peserta yang hadir antusias dan interaktif ketika materi berlangsung. Peserta yang merupakan pengguna aktif sosial media, diingatkan kembali mengenai cara melindungi diri dari terpapar hoax.
Dalam sesi ini dipaparkan pula mengenai Hoax Buster Tools (HBT) yang merupakan Aplikasi Android karya Tim Mafindo yang bisa diunduh di Playstore.
Peserta ditantang untuk mengunduh dan mempraktikkan langsung mengecek kebenaran suatu berita. Dengan mencoba langsung Tools ini, diharapkan peserta bisa lebih bijak dalam menerima kebenaran suatu berita sehingga tidak menjadi Penyebar Hoax di kemudian hari.
Acara ditutup dengan sesi tanya jawab. Pertanyaan yang muncul dari Peserta yaitu tentang bagaimana menangkap pelaku penyebaran hoax, yang dijawab oleh Narasumber dengan ajakan sederhana untuk menjadi Netizen yang bijak dalam bersosial media dengan melakukan cross-check kebenaran suatu berita dan menyampaikan kepada akun Penyebar Hoax ataupun melakukan report pada sosial media yang digunakan, karena sejatinya menangkap Pelaku Penyebar Hoax adalah tugas Kepolisian, sedangkan kita sebagai Netizen bisa mengambil peran dengan memudahkan tugas Kepolisian untuk menangkap Pelaku Penyebar Hoax.
@mafindosub
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia
@mafindoid
Global Peace Foundation Indonesia
@sman7surabaya
#millenialspeacefestival
#SMAN7Surabaya @ Sman 7 Surabaya
“Millennial Peace Festival @ SMA IPIEMS Surabaya”
Jumat, 23 November 2018 di SMA IPIEMS Surabaya, kami dari MAFINDO memaparkan pada para milenial tentang mengapa dan bagaimana cara bijak dan waspada di media sosial, sebagai salah satu rangkaian kegiatan Millennial Peace Festival yang diselenggarakan oleh Global Peace Foundation.
Pemaparan diselingi dengan dialog interaktif. Beberapa hal menarik dan pertanyaan diutarakan oleh peserta pada sesi ini.
Kami bertanya media sosial apa yang mereka gunakan. Mereka umumnya menjawab Instagram. Ketika ditanya apakah mereka pernah menjumpai hoaks di Instagram, umumnya menjawab tidak pernah. Salah satu peserta bahkan menjelaskan sebabnya adalah karena akun-akun Instagram umumnya merupakan akun-akun official. Tetapi ketika ditanya apakah pernah menjumpai hal yang too good to be true atau too bad to be true, beberapa peserta menjawab pernah.
Kami meminta salah satu peserta untuk maju dan menceritakan pengalamannya menemukan hoaks di Instagram dan bagaimana mengetahui jika itu hoaks.
Kami kemudian menjelaskan bahwa hoaks sering menjadi bahan bakar untuk membangkitkan rasa kebencian antar pengguna medsos. Hoakspun menjadi alat untuk mencapai tujuan-tujuan radikalisme. Kami memberikan beberapa contoh hoaks yang muncul pasca Bom Surabaya Mei lalu dan berusaha menjelaskan karakternya. Disusul dengan penjelasan tentang hal-hal yang bisa dilakukan untuk melawan hoaks termasuk disiplin verifikasi informasi dan siskamling digital.
Setelah pemaparan, ada dua peserta yang bertanya. Maziya, menanyakan apakah ada hukuman bagi penyebar hoaks. Aditya menanyakan bagaimana media sosial bisa menjadi kekuatan ekonomi dan sekaligus bisa menimbulkan permusuhan.
Kami jelaskan bahwa UU ITE sekarang tidak hanya menyasar produsen tetapi juga penyebar dengan menyebutkan contoh beberapa orang yang ditangkap karena menyebarkan hoaks tentang penculikan anak.
Kami juga menjelaskan menjamurnya bisnis online yang menggunakan media sosial sebagai sarana pemasaran. Tapi di sisi lain media sosial juga menjadi sarana bagi industri hoaks untuk memancing emosi dan menjadikan penggunanya saling melontarkan ujaran kebencian karena perbedaan pendapat.
Menutup pemaparan, kami mengutarakan harapan kami pada para milenial untuk membentengi diri dari hoaks turut berkontribusi melawannya.
Mafindo bersama Radio Suara Pendidikan 90,2 FM dalam “Milenial Anti Hoaks”
Yap, milenial. Generasi yang lahir di era 1980-an dan 1990-an ini rupanya punya potensi besar untuk terpapar hoaks. Faktor pendukung utamanya tentu karena kelompok generasi ini adalah yang paling ahli mengoperasikan fitur-fitur teknologi digital, sarana penyebar hoaks terbesar yang telah disebutkan sebelumnya.
Selama satu setengah jam, tepatnya mulai pukul 15.30 hingga pukul 17.00, teman-teman dari MAFINDO membahas serba-serbi hoaks dan milenial bersama seorang penyiar dari Radio Suara Pendidikan Jombang 90.2 FM yang akrab disapa Kak Syafrul. Sesi siaran yang berformat obrolan santai ini berlangsung cukup lancar, sekali pun kedua narasumber dari MAFINDO Mojokerto, salah satunya adalah saya, sempat mengaku bahwa itu adalah pengalaman perdana mereka untuk berkontribusi dalam sebuah sesi siaran radio.
Topik yang dibahas oleh Kak Syafrul dan ketiga narasumber dari MAFINDO sangat beragam mulai dari hoaks sebagai information disorder dalam berbagai perspektif generasi milenial. Di sini narasumber menyampaikan apa itu hoaks berdasarkan kacamata masing-masing, salah satunya mengenai definisi hoaks hingga alasan kita terperangkap dalam siklus persebaran informasi hoaks, yakni karena adanya confirmation bias, echo chamber, dan era post-truth dari pihak si penerima hoaks.
Topik bahasan berikutnya adalah mengenai media sosial yang paling punya potensi untuk menjadi sarana penyebar hoaks. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami mulai berdiskusi dengan mengerucutkan media sosial yang paling sering digunakan oleh generasi milenial karena otomatis medsos itulah yang punya potensi menjadi sarana penyebar hoaks terbesar. Dalam diskusi tersebut kami membandingkan di antara dua media sosial yang cukup tinggi jumlah pemakainya, Instagram dan Facebook. Setelah membahas mengenai karakteristik dari masing-masing medsos tersebut, kami akhirnya sepakat bahwa di antara keduanya Facebook-lah yang paling rawan menjadi media penyebar hoaks.
Obrolan yang mengalir berikutnya bisa dibilang lebih ringan karena pertanyaan yang diajukan adalah seputar “relasi” para narasumber MAFINDO sebagai generasi milenial dengan aplikasi di gawai masing-masing. Mulai dari media sosial apa yang paling sering dikunjungi dan alasannya, kemudian pemakaian kuota internet masing-masing dalam sebulan, hingga pendapat narasumber tentang akibat maraknya isu hoaks yang beredar di lingkungan sosial mulai dari lingkungan tempat tinggal hingga lingkungan akademisi atau perkuliahan.
Sempat juga tercetus pertanyaan dari pendengar melalui aplikasi chat Whatsapp yang cukup sulit dijawab oleh para narasumber karena kealpaan narasumber dalam menyediakan hasil riset termutakhir mengenai kegiatan yang dilakukan oleh milenial selama surfing di dumay alias dunia maya. Beruntung, narasumber mempersiapkan diri dengan beberapa data riset yang meskipun bukan digawangi oleh organisasi kami sendiri, namun bisa menjawab pertanyaan tersebut. Riset tersebut dibuat oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia pada tahun 2016 yang menyebutkan bahwa kegiatan yang dilakukan generasi milenial dengan gawainya berturut-turut mulai dari hasil terbanyak adalah mengupdate informasi, kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan, dan mengisi waktu luang.
Pada sesi yang terakhir, masing-masing narasumber menyampaikan pesan untuk membekali para milenial dalam menghadapi teror hoaks. Mulai dari cara mengidentifikasi hoaks, yang terdiri dari tiga langkah berikut:
• Membaca isi berita sampai tuntas.
Jangan hanya karena judul berita terdengar sensasional, provokatif, dan “mendesak” untuk dibagikan lantas jari menjadi lebih cepat bertindak daripada otak. Setidaknya baca hingga tuntas untuk mengetahui konten apa sih yang sebenarnya sedang kita sebarluaskan.
• Membandingkan 2 hingga 3 sumber berita.
Langkah selanjutnya yang tak kalah penting ketika menerima suatu informasi adalah membandingkan isinya dengan 2 hingga 3 platform berita yang punya kredibilitas tinggi sebagai penyedia berita yang terpercaya. Hal ini bisa meminimalisir milenial dari paparan berita hoaks yang terkadang terlalu dilebih-lebihkan atau ditambahi dengan bumbu-bumbu yang membuat chaos.
• Membuka laman-laman milik organisasi anti hoaks
Tujuannya adalah untuk mengkonfirmasi apakah suatu informasi merupakan hoaks atau bukan; atau untuk melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh organisasi tersebut. Perlu diketahui, biasanya dalam forum-forum diskusi yang ada dalam laman tersebut biasanya semua anggota bisa berkontribusi untuk menganalisa suatu berita sehingga grup bisa berfungsi selayaknya crowdsourcing dengan memanfaatkan tenaga banyak orang.
Terakhir dan tak kalah pentingnya, ketika menemukan suatu informasi hoaks, generasi milenial harus aktif memeranginya dengan cara melaporkan melalui langkah-langkah berikut:
• Melalui fitur report pada akun media sosial
Pengguna media sosial mulai dari Facebook, Instagram, hingga Twitter tentu sering melihat adanya tombol bertuliskan report status atau report tweet di tiap postingan status milik pengguna yang beredar. Bila menemui indikasi hoaks pada suatu postingan, kita seharusnya aktif mengambil tindakan untuk melaporkan. Sebab aduan yang diberikan akan membantu memberikan sinyal kepada pihak pengembang untuk segera menghapus postingan yang meresahkan tersebut.
• Melalui kelompok anti hoaks
Salah satunya adalah MAFINDO yang menyediakan laman turnbackhoax.id untuk menampung aduan hoaks dari warganet sekaligus juga berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoaks.
• Melapor ke Kementerian Kominfo
Bisa dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.g


Training Of Trainers “Pengenalan Hoaks: Definisi dan Metode Debunking Hoaks”
Jakarta, 15 November 2018. Mafindo menyelenggarakan acara Training of Trainers dengan tema “Pengenalan Hoaks; Definisi dan Metode Debunking Hoaks.” Acara ini dihadiri oleh tiga puluh enam peserta yang berasal dari berbagai latar belakang.
Mas Aribowo Sasmito selaku ketua Factcheker dan co founder Mafindo dibantu oleh tim relawan dalam menyampaikan materi.
Fenomena ujaran kebencian di media sosial sangat memprihatinkan, bahkan identifikasinya dilatarbelakangi oleh berbagai modus. Ada ujaran kebencian yang masih pada taraf halus, kasar, dan bahkan sangat kasar. Bagaimanapun modusnya, kita perlu mewaspadai bahwa di media sosial tersebar banyak sekali narasi kebencian.
Aribowo menjelaskan bahwa ada STRATEGI DUA SISI; incitement (hasutan) dan indignation (rekayasa ketersinggungan).
Masyarakat perlu meningkatkan kemampuan literasi agar lebih berhati-hati mengelola informasi.
Baik hoaks, fitnah, dan hasut akan terus diproduksi demi meraup trafic dan keuntungan.
Literasi adalah kemampuan individu dalam menulis, membaca, menghitung, dan mengaplikasikannya untuk memecahkan permasalahan hidup.
Debunking hoaks saat ini menjadi satu keahlian yang perlu juga dipelajari dalam rangka menunjang sikap ktitisi atas simpang siurnya informasi digital.
Peserta juga sangat pro aktif dalam belajar dan berlatih mendebunk.
Acara Training of Trainers kali ini meriah dengan kuis-kuis di sela acara dan berbagi merchandise kepada para peserta.
Para peserta diminta menjawab lembar pra test dan post test untuk melihat kemampuan pengenalan hoaks, definisi, dan debunking hoaks.
Kiat Membangun Sistem Anti-hoax
Ketua Presidium Mafindo sekaligus Founder Mafindo, Septiaji Eko Nugroho dalam Leadership Club Magister Manajemen dan Magister Akuntansi Pascasarjana Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UBAYA bersama Masyarakat Anti-fitnah Indonesia (Mafindo) menggelar kuliah tamu bertajuk “Kiat Membangun Sistem Anti-hoax” di auditorium Pascasarjana FBE UBAYA, Surabaya, Jumat (16/11).
Bijak dan Cerdas Menggunakan Media Sosial
Kemarin pagi, Sabtu 10 November 2018 bertempat di Aula TK Bintang Kejora Ciputat, MAFINDO berkesempatan hadir sebagai narasumber diskusi anti hoax dan bijak bermedia sosial atas undangan dari Paroki Gereja Santo Nikodemus, Ciputat.
Kami juga bersama dengan kang Pepih Nugraha, seorang jurnalis senior eks Kompas, yang berpengalaman lebih dari 26 tahun dan kini menjadi techpreneur.
Dari MAFINDO diwakili oleh Dewi S Sari dari Presidium Mafindo. Sama sama berkolaborasi mendiskusikan materi anti hoax .
Dalam diskusi ini banyak hal sangat bermanfaat yang didapat dari para pihak. Baik pertanyaan dan pernyataan serta harapan, antara lain:
1. Pentingnya literasi dan edukasi literasi digital di masyarakat bahkan jurnalis.
Bagi masyarakat awam tetap rajin membaca dan menulis dengan bijak dan tidak melanggar norma yang ada, sedangkan bagi jurnalis tetap berpegang pada kode etik jurnalistik serta tidak mengesampingkan pentingnya ketelitian dan cek fakta dalam mengeluarkan berita.
2. Perlunya dukungan penegak hukum dalam menindak tegas para pelaku penyebar hoaks dan ujaran kebencian serta fitnah
Pentingnya penegakan UU ITE dan UU no 15 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana khususnya pasal 14 dan 15 bagi para penyebar berita palsu dan ujaran kebencian, serta penegakan pasal2 di KUHP sehubungan dengan itu.
3. MAFINDO sepenuhnya mendukung dan turut bersuara untuk penegakan hukum ini. Tentu dengan melalui proses hukum yang berlaku.
Semoga acara ini bermanfaat bagi semua pihak
Antusiasme acara terlihat hingga nyaris tidak ada yang mau pergi dari acara dan sampai molor dari waktu yang semestinya selesai.
Semua untuk NKRI yang satu dan lebih baik
Terimakasih bagi yang sudah mempercayai kami sebagai narasumber, dan terimakasih untuk para pendiri dan penasehat MAFINDO serta seluruh relawan.
Salam literasi